Orang Ini yang Pertama Kali Turunkan Hujan Buatan
Penjor.id – Operasi teknologi modifikasi cuaca untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan telah berhasil menurunkan hujan buatan di Riau. ‘Pesawat Herccules C-130 melakukan penyemaian garam NaCl sebanyak 3,4 ton di daerah Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, dan Kota Padang Sidempuan,” terang Plt Kepala Pusat data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan bencana (BNPB) Agus Wibowo, melalui siaran pers.
Agus menerangkan operasi tersebut dilakukan dengan menyemai garam NaCl sesuai potensi pertumbuhan awan yang berpeluang menghasilkan hujan.
Teknologi modifikasi cuaca tersebut berhasil menurunkan hujan buatan di Kota Dumai, tepatnya Kelurahan Batu Teritip yang berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hilir.
“Hujan turun selama kurang lebih 30 menit dengan intensitas sedang,” jelas Agus.
Selain di Riau, operasi teknologi modifikasi cuaca juga masih dilakukan untuk menghasilkan hujan buatan di wilayah Kalimantan Tengah.
Dia menjelaskan, syarat utama dibuat hujan buatan adalah ditemukan awan yang memiliki kadar potensi hujan minimal 70 persen. Awan yang memiliki kadar berpotensi hujan sampai 70 persen inilah yang mampu disemai.
Setelah BMKG menemukan awan tersebut, pesawat khusus yang membawa garam atau NaCl (Natrium klorida) kemudian diterbangkan.
Pesawat akan masuk ke awan yang sudah diidentifikasi bisa hujan untuk menyebar garam,
Proses “menaburi” awan dengan garam inilah yang disebut penyemaian awan, tujuannya untuk membuat awan “matang” sehingga bisa menurunkan hujan. Penyemaian awan atau istilahnya cloud seeding, merupakan jenis modifikasi cuaca yang paling umum digunakan secara global.
Penyemaian awan bertujuan untuk meningkatkan curah hujan di mana kondisi cuaca buruk sedang dialami di suatu wilayah.
Namun
tahukah Anda, siapa orang yang membuat teknologi ini?
Metode hujan buatan melalui penyemaian awan pertama kali ditemukan oleh ilmuwan
AS bernama Vincent Joseph Schaefer pada 16 November 1946.
Perjalanan Schaefer Usai menamatkan bangku sekolah menengah, Schaefer muda yang masih berusia 15 tahun diterima bekerja di perusahaan General Electric. Umur muda tak menghalangi tekadnya untuk unggul dalam bidang yang digelutinya. Hingga akhirnya, dia mendapat kesempatan belajar di laboratorium penelitian.
Dia mendapatkan arahan dari ahli
kimia di sana. Kemudian, dia membantu merancang penemuan Perang Dunia II
seperti penyaring pada topeng, detektor kapal selam dan mesin asap untuk
menyembunyikan manuver militer. Selama perang, mereka menemukan beberapa
perangkat penting, termasuk filter masker gas, detektor kapal selam dan mesin
untuk menghasilkan awan asap untuk menyembunyikan manuver militer.
Pada 1946, ia berhasil menarik perhatian dunia berkat penelitiannya. Schaefer
berhasil menjawab pertanyaan, mengapa es dapat menggangu jalannya penerbangan
pesawat melalui sebuah penelitian kecil.
Bersama dengan anggota laboratorium,
ia berhasil membuat badai salju pertama di laboratorium. Schaefer mendorong
curah hujan di luar ruangan, memecahkan banyak misteri hujan dan salju yang
telah membingungkan para ilmuwan.
Setelah itu, dirinya mencoba eksporasi lain mengenai teknik pembuatan awan
secara otodidak.
Dengan menggandakan efek dari pesawat terbang di atas sebuah gunung Massachusetts, Schaefer menggunakan 2,7 kilogram bahan kimia kering yang dibuang ke awan.
Hasilnya menunjukkan bahwa penelitiannya bisa menghasilkan salju buatan dan hujan yang berguna. Bersama temannya, Bernard Vonnegut, Schaefer kemudian mengembangkan perak iodida untuk digunakan sebagai benih awan.
Dilansir dari New York Times, dia mendapat pujian dari berbagai pihak karena bisa mengembangkan sesuatu mengenai cuaca. Salah satunya adalah teknik tentang mengembangkan hujan buatan. Situasi ini terus berkembang dan menjadikan harapan mampu untuk melawan kekeringan, mendendalikan badai, dan bisa memadamkan kebakaran hutan.
Namun muncul kekhawatiran bahwa
teknik ini akan menggangu sistem pola cuaca yang telah berkembang dan juga
berakibat mendatangkan cuaca yang buruk. The Saturday Evening Post mencatat
bahwa setelah penyemaian, hal itu masih sulit mendatangkan awan. Meskipun
demikian, teknik ini dilakukan di beberapa negara untuk membersihkan awan pada
bandara.
Vincent Schaefer meninggal pada 25 Juli 1993 di
Schenectady, New York, pada usia 87 tahun. Karya masih banyak digunakan sampai
sekarang dan membantu banyak bidang, terutama tentang perkembangan cuaca.//c