Jadi Inspirasi Aksi #GejayanMemanggil, Seperti Apa Situasi Gejayan Kelabu 1998?

Seruan aksi #GejayanMemanggil menjadi viral di media sosial. Seruan yang berisi ajakan dalam aksi turun jalan pada Senin (23/9) hendak menyampaikan massa menyampaikan mosi tidak percaya kepada DPR RI.
           
“Kami menyatakan mosi tidak percaya kepada DPR dan elite politik karena mereka lah yang bertanggung jawab atas segala permasalahan yang ada di negara ini. Melalui aksi ini, kami ingin memberikan peringatan kepada pemerintah, dan elite politik,” kata Syahdan, Humas Aliasni Rakyat Bergerak, melalui siaran pers.

Syahdan mengatakan, pihaknya menggunakan kata Gejayan Memanggil untuk aksi siang nanti karena pada 1998 lalu, Gejayan menjadi saksi perlawanan mahasiswa dan masyarakat Yogyakarta terhadap rezim yang represif. Tahun ini, mereka kembali memanggil mahasiwa dan masyarakat yang resah karena kebebasan dan kesejahteraannya terancam dengan berkumpul di Gejayan.

“Kami melihat Gejayan dulu tahun 1998, baik mahasiswa UGM, UII, dan lain-lain yang ada di Yogyakarta, turun ke jalan. Mungkin sekarang mereka menjadi anggota legislatif maupun eksekutif. Artinya, Gejayan ini menjadi simbol perlawanan atau simbol teguran bagi mereka-mereka yang benar-benar berubah di saat permasalahan Indonesia yang genting pada hari ini,” katanya.

Gejayan Kelabu

Gejayan memang telah menjadi simbol perlawanan anak muda do Yogyakarta. Itu tak lepas dari peristiwa gerakan massa pada 1998 silam. Kala itu di Gejayan, pagi yang indah dan penuh semangat oleh gerakan reformasi berubah menjadi mencekam karena aksi represif aparat keamanan di sore hari.

Awalnya, demonstrasi memang berlangsung aman-aman saja. Ribuan mahasiswa yang tumpah ruah di pertigaan Gejayan, tepatnya di dekat Jogjakarta Plaza Hotel, bergantian melakukan orasi untuk menyerukan tuntutan mereka.

Hingga menjelang pukul 17.00 WIB, demonstrasi yang relatif damai itu lantas berubah menjadi bentrok berdarah ketika aparat mulai melakukan pemaksaan untuk membubarkan.

Aparat keamanan melakukan pembubaran paksa dengan cara brutal. Mahasiswa yang bersikukuh dihajar dengan pentungan dan dikejar-kejar bak maling hingga memasuki kampus dan kampung-kampung di sekitaran Gejayan.

Orasi para pemuda yang menuntut keadilan ini akhirnya berubah menjadi bentrok berdarah yang begitu mencekam. Bebera pihak menyebut menjadi salah satu aksi paling mencekam dalam sejarah aksi mahasiswa di Yogyakarta.

Suasana makin heroik, saat puluhan mahasiswi yang tak rela rekan-rekannya dihajar secara brutak melakukan pagar hidup untuk menghadang aparat yang merangsek masuk ke kampus dan kampung untuk mengejar para mahasiswa dan aktivis yang.

Cara ini berhasil. Aparat berhenti di area Gejayan dan tak masuk ke kampung-kampung. Malam itu, kos putri dan asrama putri riuh ramai menjadi tempat persembunyian para mahasiswa dan aktivis yang dikejar aparat. Suasana sangat mencekam, bunyi tembakan bersahut-sahutan.

Pada pukul 21.30, seorang relawan SAR menemukan seorang mahasiswa tergelatk tak berdaya dengan darah segar mengucur di tubuhnya karena hajaran brutal aparat. Ia adalah Moses Gatotkaca.

Moses meninggal saat dibawa ke Rumah Sakit Panti Rapih. Nama Moses kelak diabadikan pada sebuah jalan di dekat lokasi kejadian.//c

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: