Selamat Jalan Cak Sabrot, Pengabdianmu Akan Selalu Dikenang

Penjor.id – “Saya senang beraktivitas karena di situlah saya merasa hidup. Dengan melibatkan diri dalam berbagai kegiatan saya bisa memetik banyak manfaat yang menyehatkan jiwa raga,” demikian kata Sabrot Dodong Malioboro dalam sebuah wawancara yang dimuat kabarindonesia.com, 19 Oktober 2009.

Ketua Umum Dewan Kesenian (DKS) Surabaya periode 2009 – 2014 itu menyimak perenungan Heraclitus, filsuf Yunani, yang membuatnya seperti berkaca tentang dirinya. Bahwa selama ini ia terus mengalir mengisi hidupnya dengan melibatkan di berbagai kegiatan.

“Saat berinteraksi sosial saya bisa memberikan apa yang saya mampu, di situ tumbuh kebanggaan, harga diri dan semangat tetap menyala, inilah yang membuat kita up to date dan terhindar dari post power syndrome,” tutur Sabrot.

Karena prinsip hidup itu, sangat bisa dipahami bila di usia senjanya Sabrot masih mampu mengekspresikan diri, terutama di dunia kesenian. Ia bergaul dengan siapapun untuk mendengar dan berdialog, yang dari sana ditemukan hal-hal menarik yang bisa menggugah naluri kepenyairannya.

Namun, hari ini (Sabtu, 4 Juli 2020), segala aktivitas Sabrot harus berhenti. Tuhan Yang Maha Kuasa telah memanggilnya, setelah cukup lama berjuang melawan penyakit diabet yang dideritanya.

Innalillahi wa innaillaihi rojiun, telah berpulang Cak Sabrot kepada Illahi pada pukul 03.15 WIB. Semoga almarhum husnul hotimah,” ucap Ketua Bengkel Muda Surabaya Heru Budiarto, menginformasikan melalui grup whatshapp yang beranggotakan seniman di komunitas kesenian.

Sabrot yang lahir di Kampung Pengampon, Surabaya, 3 hari sebelum Indonesia merdeka, memiliki nama asli Sanusi Broto. Anak ke-11 dari 12 bersaudara ini tumbuh berkembang di Kampung Blauran, dan menjalani sisa hidupnya sebagai warga Banyu Urip Kidul VI.

Sepanjang menjadi seniman, aktivitas keseniannya banyak dilakukan bersama Komunitas Bengkel Muda Surabaya yang bermarkas di Balai Pemuda. Bapak dari Karana Anugrah, Idayu Widuri, Citra Romadhoni, dan Era Natar Hati, ini dikenal sebagai penyair.

Kejeliannya mengabadikan sketsa kehidupan seorang seniman tradisi yang terpinggirkan oleh gerak jaman, melahirkan “Wartini Ledek Pasar Turi”. Sebuah karya puisi yang pernah digemari publik sastra di Surabaya di era 80-an.

Selain berkesenian, Sabrot aktif berkecimpung di Pusura, sebuah organisasi lawas yang berdiri pada 26 September 1936. Organisasi yang dulu bernama Poesoera (Poetra Soerabaja) ini didirikan oleh sembilan tokoh pejuang kemerdekaan, di antaranya Dr Sutomo, Dr Soewandi, KH Mas Mansyur, Roeslan Abdul Gani dan Doel Arnowo.

Cak Sabrot, demikian Sabrot D Malioboro akrab dipanggil, juga pernah menjadi anggota DPRD Kota Surabaya Fraksi PDI (Partai Demokrasi Indonesia) dari 1992 sampai 1999. Konflik yang terjadi di tubuh partai ini, membuat Cak Sabrot memilih mundur dari dunia politik.

Ia kemudian kembali ke berkesenian dan berorganisasi di dunia seni. Selain pernah terpilih sebagai Ketua DKS, Cak Sabrot juga pernah menjadi pengurus Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT).

Kini, seniman yang dikenal multitalenta itu telah berpulang menghadap Sang Pencipta. Selamat jalan Cak Sabrot, pengabdianmu pada dunia seni akan selalu dikenang. HK

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: