Inovasi Kopi Fermentasi, Solusi Kopi Luwak Terjangkau dari Situbondo

Pemerintah Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, sedang berinovasi dalam dunia kopi dengan mengembangkan teknologi fermentasi ohmic untuk menciptakan rasa kopi yang mirip kopi luwak, namun dengan harga yang jauh lebih terjangkau. Bupati Situbondo, Yusuf Rio Wahyu Prayogo, menjelaskan bahwa kerjasama dengan Koperasi Merah Putih (KMP) Baderan bertujuan untuk memproduksi kopi berkualitas tinggi yang dapat dinikmati oleh masyarakat luas tanpa harus merogoh kocek dalam-dalam seperti kopi luwak asli.
“Selama ini kopi luwak sangat mahal, dan tidak semua orang mampu menikmatinya. Dengan teknologi fermentasi ohmic, kita bisa menghadirkan rasa kopi luwak dengan harga yang lebih bersahabat,” ungkap Yusuf pada Senin (23/6). Teknologi ini ditemukan oleh Prof. Salengke dari Universitas Hasanuddin Makassar, yang dipercaya dapat menghasilkan kopi dengan cita rasa mirip kopi luwak.
Menurut Bupati Yusuf, harga kopi luwak di pasaran internasional bisa mencapai Rp1,2 juta per cangkir. Namun, berkat teknologi fermentasi ohmic ini, cita rasa yang mirip dengan kopi luwak dapat dihasilkan dengan harga yang jauh lebih terjangkau. “Inovasi ini membuka peluang bagi kopi Situbondo untuk bersaing di pasar global,” tambahnya.
Berdasarkan data yang diterima, potensi kopi di Situbondo terbilang sangat besar. Hanya di satu desa di Baderan, produksi kopi dapat mencapai 32 ton per hari, dengan nilai perputaran ekonomi mencapai Rp 40 miliar selama musim panen yang berlangsung empat bulan. Direktur Inovasi dan Kekayaan Intelektual Universitas Hasanuddin, Asmi Citra Malina, juga mengungkapkan bahwa teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas kopi Baderan, yang terkenal dengan jenis red bean-nya, namun selama ini harganya masih rendah di tingkat petani.
“Kopi Baderan memiliki ciri khas yang unik, terutama dari red bean-nya. Namun, harga jualnya masih rendah. Dengan hadirnya teknologi fermentasi ini, kami yakin kualitasnya akan meningkat, dan harga jualnya akan terdongkrak,” ujar Asmi.
Lebih menariknya, konsep “kopi luwak tanpa luwak” turut diperkenalkan, yaitu proses pembuatan kopi berkualitas tinggi tanpa melibatkan hewan luwak. Hasil uji laboratorium di Jember menunjukkan bahwa kopi fermentasi ohmic memiliki skor kualitas 87, bahkan lebih tinggi dibandingkan kopi luwak asli yang hanya mencapai angka 85.
“Dengan kualitas yang lebih tinggi, volume produksi yang dapat ditingkatkan, dan biaya yang lebih efisien, teknologi ini sangat berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut,” tutup Citra. Teknologi fermentasi ini diharapkan tidak hanya memberikan nilai tambah bagi kopi Situbondo, tetapi juga membuka peluang baru bagi sektor kopi Indonesia secara keseluruhan.