Berlian Sultan Banjar dan Kisah Kemewahan Kesultanan Banjarmasin

Penjor.id – Keturunan Sultan Banjar meminta berlian Banjarmasin, ‘jarahan perang’ yang disimpan di satu museum di Belanda dikembalikan.
Berlian yang saat ini dipamerkan di Rijksmuseum di Belanda, merupakan saksi “sejarah gelap, kekerasan pada zaman kolonial,” menurut sejarawan dan kurator.
Berlian 80 karat, “jarahan perang” hampir 160 tahun lalu, sempat diberikan kepada Raja Willem III pada tahun 1862 sebagai hadiah.

“Berlian tersebut adalah pusaka, simbol kedaulatan sultan. Setelah meninggalnya Sultan Adam, Belanda ikut campur dalam suksesi di Kesultanan Banjar. Pada 1860, pasukan Belanda dengan brutal menguasai wilayah Kesultanan Banjarmasin dan menghapuskan kerajaan. Berlian kasar ini kemudian dikirim ke Belanda, kemudian dipotong berbentuk persegi panjang dengan ukuran 36 karat setelah diasah,” kata Mansyur, sejarawan FKIP Universitas Lambung Mangkurat, sebagaimana dikutip jejakrekam.com
Dia menyebut pada pertengahan abad ke-19, sekitar tahun 1846 di wilayah Banjar-Martapura, ditemukan intan dengan ukuran berat 12, 13, 20, dan 21 karat. Dalam tahun 1850 ditemukan lagi, intan Galuh Cempaka 1 sebarat 106 dan 74 karat. Kemudian, tahun 1856, intan seberat 103 karat milik Sultan Adam Al-Wasikubillah, dan tahun 1865 ditemukan pula intan seberat 25 karat.
Dari kedua keterangan ini, diuraikan Mansyur, justru intan milik Sultan Adam yang sekarang ada di Rijks Museum Amsterdam sejak tahun 1875 adalah intan Sultan Adam yang sebelum di-cutting seberat 103 karat.
“Konon, Sultan Adam Al-Wasiku-billah memiliki keris dengan sarung dan gagangnya bertatahkan intan berlian merah dan biru. Memiliki pending (sabuk) dari emas, yang juga bertaburkan berlian warna-warni. Gagang tongkat Sultan Adam bertaburkan intan berlian merah dan putih cemerlang,” ujar Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (LKS2B) Kalimantan ini.
Mansyur mengatakan hampir semua pusaka Kesultanan Banjar bertaburkan intan berlian aneka warna, batu-batu intan berlian itu beratnya di atas empat karat.
“Pada era abad ke-14 sampai abad ke-19. Tanah-tanah yang mengandung intan, yang dimiliki para bangsawan, digarap oleh para pendulang. Hasilnya, intan 4 karat ke atas wajib dijual kepada bangsawan pemilik tanah. Pemilik tanah juga mendapat hasil sepertiga dari taksiran harga intan,” kata Mansyur.
Magister sejarah Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini juga pernyataan sejarawan Leiden University J. Thomas Lindblad yang menuturkan sebelum tahun 1861, keseluruhan pemotongan intan ini berada di bawah otoritas Sultan Banjarmasin.
Untuk pemotongan intan di sebuah perusahaan swasta yang mendapat keuntungan dari sisi ketersediaan tenaga kerja.
“Kemudian, di bawah peraturan Belanda, sebuah sistem lisensi dikembangkan untuk peraturan bagi penggalian dan pemotongan intan. Sebelum tahun 1861, ketika hak pemotongan atau hak 10 persen yang diberikan pendulang intan Martapura untuk intan di atas 4 karat menunjukkan hasil produksi dari galian lubang pendulangan intan berlian Banjar kian meningkat,” ucapnya.
Sekretaris Pusat Kajian Budaya dan Sejarah Banjar ULM ini mengatakan berdasarkan laporan dari Johan Andreas Paravicini yang dikirim VOC untuk datang ke Banjarmasin, menjelaskan tentang bangunan Keraton Kayutangi yang luar biasa mewah.
Ia menceritakan Kesultanan Banjarmasin begitu indah, tombak dan mahkota dibalut dengan emas, serta intan berlian yang sangat indah berkilau.
“Kemewahan mahkota Sultan yang bertaburkan kemilau intan berlian, yang disaksikan Andreas Paravicini dalam tahun 1756. Hal ini menunjukkan hasil pendulangan intan yang dikerjakan orang Banjar menghasilkan intan berlian yang memiliki mutu yang tinggi. Mahkota Sultan Banjar bertaburkan intan berlian berwarna merah, biru, hijau dan putih cemerlang. Intan berlian itu hasil dari bumi Sultan Banjar sendiri, yakni pada kawasan Riam Kanan dan Riam Kiwa,” papar Mansyur.
Ia pun menyebut biasanya mereka memiliki akses kepada para pendulang intan sekaligus kepada para bangsawan pemilik tanah lungguh (apanage). Itu ketika para pendulang intan yang mendulang intan di tanah lungguh (apanage) para bangsawan Banjar dan tanah Sultan Banjar memiliki hak penjualan intan berlian, jika mereka memperoleh intan dengan berat di bawah 4 karat di tanah apanage bangsawan Banjar, termasuk di tanah Sultan Banjar.
Peluang inilah yang dimanfaatkan para pedagang intan berlian untuk membuka akses jual-beli intan berlian dengan para pendulang intan di Martapura, Helius Syamsuddin (2001: 223) mengutip dari Borneo Reis Bandjermasin, menyebutkan bahwa Ratu Komalasari, istri Sultan Adam memiliki botol-botol anggur yang penuh dengan intan berlian dan ditanam dalam tanah di bawah rumahnya di Martapura. Penjelasan ini menandakan para bangsawan Banjar memiliki peran yang besar dalam aktivitas produksi dari berbagai lokasi pendulangan intan berlian yang ada di dalam wilayah Kesultanan Banjar,” papar Mansyur.//